Kamis, 28 April 2011

Diposting oleh Ranthy Aprilly di 01.14

 DUA PULUH

 

Lima hari yang lalu, April genap berusia dua puluh tahun. Sebuah angka yang cukup dewasa bagi seorang perempuan. Banyak pencitraan yang diterima nya ketika dua puluh melekat pada dirinya. Perempuan yang mempunyai kedewasaan, berani, tidak mudah menyerah, pintar, bahkan sampai lulus kuliah dengan cepat. Tidak heran jika masyarakat sekitar menuntut April memperoleh pendidikan yang tinggi yang nantinya dapat digunakan dalam mencari pekerjaan.
Cita-cita April hampir sama dengan perempuan pada umumnya yaitu menjadi wanita karir dan seorang ibu rumah tangga, April pun dituntut dengan sekolah dengan tinggi, mendapat gelar sarjana dan tentu saja dengan IP yang diatas rata-rata. Penampilan menjadi salah satu hal yang tidak dilupakan setiap hari. Sebelum berangkat ke kampus, ia selalu menyesuaikan baju serta perlengkapan nya dengan warna yang sepadan agar terlihat menarik. Berbagai merk yang sedang diminati perempuan saat ini pun telah dimilikinya.
April merupakan salah satu perempuan yang beruntung. Tidak sulit baginya untuk duduk di bangku perkuliahan. Tentu hal tersebut berbeda dengan zaman kartini dahulu. Saat perempuan belum mendapatkan tempat khusus dalam dunia pendidikan. Perempuan hanya terperangkap dalam kegiatan rumah tangga dan budaya yang diciptakan. Suatu hari April merasa aktifitasnya sangat menjenuhkan. Setiap hari ia hanya pergi kuliah,mengerjakan tugas dan kembali kerumah, ia pun jarang berkumpul dengan teman-temannya seusai kuliah. 
Ia mencoba pergi ke toko buku dan mulai mencari kesibukan baru. Disana ia menemukan buku-buku-buku baru. Berawal dari toko buku, April mulai mendalami pengetahuan tentang perempuan. Buku-buku ataupun diskusi sering ia jelajahi. Ia seperti masuk ke dalam dunia baru. Saat itu ia sadar banyak hal yang belum ia ketahui dan tidak ia dapatkan ketika duduk di ruang kelas ataupun sedang berkumpul dengan teman-temannya.
Pengalaman yang dialami oleh April merupakan salah satu contoh realita perempuan hari ini. Dimana perempuan terjebak dengan situasi dan opini yang dibangun publik. Perempuan pun semakin sibuk dengan urusannya masing-masing dan semakin melupakan hakikat dari dirinya ataupun pendidikan yang diembannya. Pemaknaan belajar hanya di maknai dalam ruang kelas. Alhasil tidak sedikit perempuan lebih mementingkan merk yang digunakan, sepatu yang sepadan ataupun baju dengan model paling baru.
Sebenarnya, forum-forum kecil ataupun diskusi dapat dilakukan dalam bentuk penyadaran bagi perempuan yang mempunyai kesibukan diluar. Isu-isu yang berkembang mengenai perempuan dan masalah yang terjadi di masyarakat dapat menjadi bahan diskusi menarik. Hapannya sederhana, yaitu perempuan tidak lagi menjadi objek gaya dan lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
Ranthy AR. Didaktika UNJ

0 komentar:

Posting Komentar

 

Remember Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei